Dakwah Banyumas. Bicara cinta itu sungguh tak ada habisnya. Itulah yang mungkin dirasakan kita semua, baik tua maupun muda. Karena cinta bukan bicara kecantikan dan ketampanan yang akan habis termakan usia, bukan pula bicara kekayaan yang semua dapat dicabut oleh Sang Maha Kuasa, bukan pula bicara kebohongan dalam mencinta, ingatkah kita dengan pepatah lama “Sepandai pandai tupai melompat, pasti jatuh pula” ya, cinta tidak sesederhana yang kita bayangkan, tidak sesimpel dan semudah yang banyak orang bicarakan, karena :
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” [QS.al-An'am/6: 116]
Dewasa ini, orang sangat mudah mendefinisikan cinta hanya sekedar romantisme antara pria dan wanita. Terlebih, romantisme yang dibangun berkat suguhan kisah kisah percintaan ala hollywood, dimana cinta hanya di definisikan sekedar pemuas nafsu belaka, hanya bicara kecantikan luar yang hal tersebut ternyata hasil ‘vermak’ Atau hasil suguhan kisah romantisme ‘mewekisme’ ala korea, dimana mereka merelakan jiwa dan raga, tapi anehnya banyak akhirnya cerita itu sad ending bahkan berakhir tragis. Tapi, kenapa ini masih laku? Apakah karena romantisme ‘mewekiisme’? yang menina bobokan, melempar lempar perasaan bagai bandul? Jadi, apakah saya salah bila saya menyimpulkan bahwa cinta adalah sebuah permainan? Ya permainan dalam memainkan hati seorang manusia? Semudah itukah? Sungguh tak beradab bila itu yang terjadi.
Disisi lain, saya terperanjat dengan ‘kisah cinta dalam perjuangan’. Ya, memang saya rasa bila membahas hal yang tlah saya jabarkan diatas tadi, sungguh itu merupakan ketidakproduktifan. Kisah cinta dalam perjuangan ini memang saya baru ketahui setelah saya membaca beragam cerita, berbagai pejuang, cerita ulama terdahulu, bahkan ada cerita yang sudah kita ketahui namun terkadang kita tidak merasakan itu, ya itu adalah kisah cinta dalam perjuangan yang disugguhkan oleh Nabi Muhammad SAW bersama dengan Istrinya, Khadijah Ra.
Kisah Perjuangan tentu bukan suatu jalan yang mulus. Itu ‘mafhum mukhalafahnya’. Ketidakmulusan Ini tidak terpatok pada perjuangan yang dibangun oleh kamu muslim, hampir semua yang diperjuangkan itu adalah sebuah aktivitas yang melawan ‘mainstream gerak’, maka akhirnya wajar tidak semua orang mau dan ingin ikut berjuang. Namun, tentu bagi seorang muslim memperjuangkan sebuah ketidakproduktifan akan berakhir sia sia, apalagi memperjuangkan sebuah kemaksiatan tentu hanya berujung pada siksaNya kelak.
Disisi lain, saya terperanjat dengan ‘kisah cinta dalam perjuangan’. Ya, memang saya rasa bila membahas hal yang tlah saya jabarkan diatas tadi, sungguh itu merupakan ketidakproduktifan. Kisah cinta dalam perjuangan ini memang saya baru ketahui setelah saya membaca beragam cerita, berbagai pejuang, cerita ulama terdahulu, bahkan ada cerita yang sudah kita ketahui namun terkadang kita tidak merasakan itu, ya itu adalah kisah cinta dalam perjuangan yang disugguhkan oleh Nabi Muhammad SAW bersama dengan Istrinya, Khadijah Ra.
Kisah Perjuangan tentu bukan suatu jalan yang mulus. Itu ‘mafhum mukhalafahnya’. Ketidakmulusan Ini tidak terpatok pada perjuangan yang dibangun oleh kamu muslim, hampir semua yang diperjuangkan itu adalah sebuah aktivitas yang melawan ‘mainstream gerak’, maka akhirnya wajar tidak semua orang mau dan ingin ikut berjuang. Namun, tentu bagi seorang muslim memperjuangkan sebuah ketidakproduktifan akan berakhir sia sia, apalagi memperjuangkan sebuah kemaksiatan tentu hanya berujung pada siksaNya kelak.
Terkadang muncul sebuah pertanyaan dibenak saya. “mengapa mereka mau berjuang, bahkan raga dan jiwa pun siap tuk digadaikan demi sebuah surga yang bahkan mereka pun tak pernah memasuki nya?” Apa sebenarnya yang membuat mereka rela melakukan itu semua? Kenapa mereka tak seperti orang pada umum nya? yang mencari ‘jalan tengah’ untuk ‘keamanan’ kehidupan dan penghidupan yang sesaat didunia ini? serta beragam pertanyaan lain yang bersliweran dibenak saya.
Lagi lagi saya beru berhasil mendapatkan jawaban ini “because of love”. Ya, mungkin terlihat simpel dibanding pengorbanan yang tlah mereka lakukan. Tapi, saya coba mendalami arti dari cinta itu apa. Tentu bukan mengikuti titah para penyair percintaaan ala barat dan korea. Sungguh tak beradab berbicara cinta dengan mereka. Bertemulah saya dengan berbagai syair syair ulama, yang salah satunya adalah yang diucapkan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin yang salah satu syair nya sebagai berikut :
“Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah”
Ternyata dengan ketinggian cinta, seorang mujahid dapat menjadi kan akalnya suci dan rasional, menghilangkan kekhawatiran yang muncul dilubuk hatinya, memunculkan keberanian berlipat lipat kali dari sediakala. Dan tentu, kecintaaan ini bukan lah cinta biasa, tapi sebuah kisah percintaan hakiki antara seorang hamba dengan yang Khalik. Dimana, dia merindukan bertemu dengan Sang Khalik.
Hal ini tentu sejalan dengan Hadist dari Abu Hurairah riwayat Muslim, Rasulullah bersabda :
Hal ini tentu sejalan dengan Hadist dari Abu Hurairah riwayat Muslim, Rasulullah bersabda :
"Sungguh kelak di hari kiamat Allah akan berfirman, “Dimana orang orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam naungan-Ku diasaat tidak ada naungan selain naungan-Ku.”
Cinta Ini pula yang mendasari seorang muslim berani mempertaruhkan jiwa raganya, kerana menginginkan nikmatnya keimanan, seperti dalam hadist dari Anas bin Malik yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, Rasulullah SAW, bersabda:
“Siapapun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseoarang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata”
Maka, jangan heran bila kerasionalan itu tidak dapat dirasakan oleh orang orang yang tidak berakidah islam. Karena sejatinya kekuatan cinta dalam perjuangan ini muncul kerana akidah islam yang kuat menghujam dalam sanubari seorang muslim. Dan tentu, bicara cinta hakiki yaitu cinta antara seorang hamba kepada Sang Khalik membutuhkan sebuah pembuktian. Pembuktian ini tak cukup dengan kita ‘membaikan’ diri, tidak cukup kita saja yang baik, tapi pembuktian ini membutuhkan perjuangan untuk membersamai kebaikan di tengah tengah umat.
Tak lain dan tak bukan adalah dengan melakukan aktivitas dakwah, sebuah perkataan terbaik di Bumi.
Tak lain dan tak bukan adalah dengan melakukan aktivitas dakwah, sebuah perkataan terbaik di Bumi.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang shalih dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?". [TQS Fushilat [41]: 33]
Maka, wujud kecintaan dalam perjuangan yang seharusnya ditempuh oleh seorang muslim hanya satu yaitu hanya dengan meleburkan diri dalam aktivitas berdakwah.
Wallahu A’lam Bishowab
Wallahu A’lam Bishowab
M. Imaduddin Siddiq (Aktivis GEMA Pembebasan Daerah Purwokerto)
Purwokerto, 10 Januari 2017.Referensi :
- Kitab Min Maqawimat Nafsiyah Islamiyaah karya Syaikh Taqiyuddin An Nabhani
- Kitab Risalatul Muhibbin karya Ibnu Qayyim al Jawziyyah
- Al Qur’annul Karim
Posting Komentar