Ahli agama Islam dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Miftachul
Akhyar menegaskan orang yang beragama non-Muslim dilarang untuk
menafsirkan isi Alquran. “Yang diperbolehkan hanya ahli agama Islam
saja, itu saja masih bisa diperdebatkan,” kata Miftachul dalam sidang
kesebelas kasus penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (21/2).
Miftachul menjelaskan terdapat dua kesalahan yang dilakukan Ahok,
yaitu menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 51 sebagai orang non-Muslim dan
memengaruhi masyarakat dengan menyinggung Surat Al-Maidah ayat 51 dalam
pidatonya di Kepulauan Seribu.
Selain Miftachul, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga dijadwalkan
memanggil ahli agama Islam lainnya Yunahar Ilyas dan ahli pidana dari
Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakkir.
Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman
lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun
penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau
beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti
tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau
beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal,
keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima
tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum
mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya
bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia. (republika.co.id, 21/2/2017)
Posting Komentar